Tag Archives: snow wall

Tateyama Kurobe Alpine Route: Salju Pertama Dalam Hidup

Standar
Tateyama Kurobe Alpine Route: Salju Pertama Dalam Hidup

Sebagai penduduk negara tropis, saya belum pernah liat salju secara langsung. Palingan liat bunga es di kulkas yang (kayanya) mirip salju. Atau wahana salju-saljuan di mall yang dibuat untuk anak-anak. Walaupun bukan salju beneran, tetep aja gabisa megang. Cih! Makanya pas temen saya ngajakin ke Jepang untuk melihat tumpukan salju di pegunungan Tateyama, Jepang, langsung saya iyain aja.

Waktu ke Jepang bulan April-Mei kemaren, sebetulnya saya pengen banget ke Universal Studio Osaka. Tapi apa daya, budget buat ke Tateyama udah lumayan gede. Untuk tiket terusan dari Nagano menuju Toyama aja udah habis ¥9.000 atau sekitar Rp 1.100.000.

Keberangkatan menuju Tateyama saya mulai dari stasiun Shinjuku di Tokyo. Di lantai 2 stasiun Shinjuku ada agen perjalanan yang dikelola oleh JR group. Di agen perjalanan tersebut, saya dan teman saya disambut oleh dua nenek-nenek di bagian informasi. Tadinya rada underestimate pas mau nanya ke nenek-nenek, takutnya ga paham. Walaupun rada terbata-bata, mereka ternyata bisa menyampaikan informasi tentang Tateyama dengan baik. Kami diarahkan ke loket untuk membeli tiket terusan Tateyama Alpine Route. Tiket terusan Tateyama Alpine Route hanya boleh dibeli oleh turis asing. Makanya pas beli tiket, kita harus melampirkan paspor. Konon katanya beli tiket terusan lebih murah dan praktis daripada beli tiket ketengan. Tiket terusan merupakan cara praktis untuk menikmati perjalanan dari kota Nagano ke kota Toyama dengan rangkaian tur melewati gunung salju. 

Wujud tiket terusan Kurobe-Tateyama Alpine Route

Setelah beli tiket, selanjutnya cari tiket bus untuk pergi ke kota Nagano. Tadinya sih saya berencana untuk berangkat ke Nagano tengah malam supaya besok paginya bisa langsung berangkat ke Tateyama. Tapi ternyata, keberangkatan saya bertepatan dengan Golden Week, libur panjangnya orang Jepang. Jadi bus malam saat itu tidak tersedia dan hanya ada 2 tiket terakhir untuk keberangkatan jam 3 sore. Mau tidak mau, tiket bus seharga ¥3.900 (sekitar 400 ribuan) pun terbeli.

Perjalanan dari kota Tokyo menuju Nagano memakan waktu sekitar 4 jam. Karena saat di Tokyo udara ga terlalu dingin, pas berangkat saya memakai celana pendek. Sampai di Nagano ternyata saya salah kostum. Dinginnya alamaaakkk. Walaupun sudah masuk musim semi, suhu udara di Tokyo dan Nagano ternyata beda banget. Saya pun berjalan kaki dari terminal menuju penginapan sambil menggigil kedinginan.

Salah kostum di Nagano yang dingin

Di Nagano saya menginap di Unicorn Hotel yang dipesan dari situs booking.com. Pengelola hotel yang masih lumayan muda menyambut saya dan teman saya dengan baik. Dia menanyakan kami mau ke mana saja selama di Nagano. Karena hanya berencana untuk ke Tateyama, kami memang tidak mencari tahu tentang kota Nagano. Si pengelola hotel pun menginformasikan kepada kami beberapa tempat wisata di Nagano, salah satunya kuil Zenko-Ji yang bisa didatangi dengan berjalan kaki. Sebetulnya ada juga pemandian air panas yang lokasinya rada jauh, jadi kayanya kami memang ga bakal sempat ke sana. 

Setelah cek in, kami pergi keluar untuk mencari makan. Berbeda dengan Tokyo yang masih gampang mencari makanan pada malam hari, di Nagano ternyata warung-warung makan sudah pada tutup jam 10. Toko yang buka 24 jam palingan minimarket seperti 7&i atau Lawson. Selain makan, untuk menghangatkan tubuh saya juga membeli sake mini seharga ¥100 saja. 

Sake seharga ¥100 atau 12 ribu rupiah saja

Besok paginya, saya dan teman saya bangun jam 6 pagi supaya sempat mengunjungi kuil Zenko-Ji yang ternyata adalah salah satu kuil tertua di Jepang. Karena udah tau bakal dingin banget, saya memakai legging dan sweater yang dilengkapi dengan teknologi heattech sebagai penghangat (belinya di Uniqlo Jakarta). 

Dari penginapan menuju kuil Zenko-Ji cukup memakan waktu 5-10 menit saja. Yang bikin bahagia, saya ketemu pohon sakura yang masih ada bunganya (walaupun bunga sakuranya udah lemes). Padahal, musim bunga sakura sudah berakhir sekitar akhir Maret. 

Horeeee ketemu Sakuraaaa

Dalam perjalanan menuju kuil Zenko-Ji pun menyenangkan. Saya melewati rumah-rumah bergaya lawas yang sulit dijumpai selama di Tokyo. Sebelum memasuki area kuil pun, saya melewati deretan toko-toko penjual souvenir yang lagi-lagi bergaya lawas. 

Gerbang besar kuil Zenko-Ji

Deretan toko bergaya lawas di sekitar kuil Zenko-Ji

Sampai di bangunan kuil, saya pikir bakalan sepi karena masih jam 6 pagi. Tapi ternyata kuil Zenko-Ji udah lumayan rame. Bentuk kuil Zenko-Ji sebetulnya ga jauh beda sama kuil Senso-Ji di Tokyo (namanya kok mirip-mirip ya). Di bagian depan ada tungku besar untuk menancapkan dupa. Di bagian teras ada kotak untuk memasukkan persembahan (berupa uang, bukan sayur mayur hasil bumi). Di bagian dalam ada biksu dan masyarakat yang sedang berdoa (di dalam kuil ga boleh foto-foto).

Pas lagi liat-liat kuil bagian dalam, tiba-tiba ada keramaian! Orang-orang pada keluar dari kuil untuk berbaris di depan tangga. Bahkan saking penuhnya, sampai ada yang berjejalan di teras kuil. Ternyata, saat itu adalah pergantian biksu besar. Jadi saat biksu besar mau masuk ke kuil, masyarakat berbaris untuk memohon berkat. Begitu pun saat biksu besar keluar, masyarakat berbaris lagi untuk memohon berkat.

Pagi-pagi kuil Zenko-Ji udah rame

Memohon berkat dari biksu besar

Puas melihat keagungan kuil Zenko-Ji, kami pun bergegas kembali ke penginapan. Setelah mandi dan sarapan, kami berjalan kaki menuju terminal Nagano selama kurang lebih 15 menit. Sampai di terminal sih rada bingung mau naik bis yang mana. Bis untuk menuju Ogizawa ternyata ada di bagian belakang terminal, tepatnya di platform 25. Saat itu penumpang bis dari Nagano menuju Ogizawa ternyata ga banyak. Cuma ada saya dan teman saya, 4 orang anak muda dan satu keluarga dari Indonesia juga. Tinggal menujukka tiket terusan yang sudah kita beli, supir bus pun akan mengijinkan kita naik bus tanpa biaya lagi.

Saya agak lupa perjalanan dari Nagano ke Ogizawa memakan waktu berapa lama. Kalau ga salah sih sekitar 2 jam. Selama perjalanan, kadang saya melihat ada deretan pohon sakura yang masih berbunga. Ada sakura pink, ada juga sakura putih. Sayangnya kita ga boleh berhenti buat foto-foto. Jadi ya cukup dilihat dan dikenang dalam hati.

Deretan bunga sakura dalam perjalanan Nagano-Ogizawa. Photo by Silvano Hajid.

Deretan gunung salju mulai nampak di kejauhan

Semakin mendekat ke Ogizawa, di kanan kiri jalan mulai nampak potongan-potongan es beku. Sampai di stasiun Ogizawa, saya langsung takjub melihat salju beneran untuk pertama kali. Sebetulnya pengen banget langsung pegang. Tapi sudah ada garis pembatas supaya turis ga masuk ke area salju. 

Pengen banget megang es nya tapi ga boleh

Dari Ogizawa lah perjalanan Alpine Route kita mulai. Di Ogizawa, kita naik bus menuju ke bendungan Kurobe. Perjalanan menuju Kurobe DAM sih ga istimewa karena hanya melewati terowongan buatan. Jadi ga ada pemandangan apa-apa. Satu-satunya hiburan hanya informasi tentang Alpine route di TV bagian depan yang menggunakan bahasa Jepang. Istimewanya, bus yang kita naiki bukan bus biasa. Bus bergerak dengan tenaga listrik yang dihantarkan melalui tiang besi mirip bombom car.

Selfie di depan bus bombom car. Tapi blur.

Setelah turun dari bus, kita berjalan kaki melewati terowongan menuju bendungan Kurobe yang dikelilingin gunung-gunung bersalju. Kurobe dam merupakan bendungan terbesar di Jepang. Saat musim panas, biasanya aliran air akan dibuka dan debura airnya akan menghasilkan pelangi. Tapi karena lagi musim semi dan masih bersalju, jadi kita ga bisa liat pelanginya.

Kurobe dam kaya di Swiss yaa.. (padahal belom pernah ke Swiss)

Selfie di Kurobe dam sambil bawa gembolan

Puas melihat bendungan dan gunung-gunung salju, waktunya naik ke gunung salju beneran. Kita ga perlu susah-susah mendaki gunung lewati lembah kok. Sudah ada kereta yang relnya miring untuk membawa kita ke puncak bukit bernama cable car. Saya pernah naik kereta sejenis di Penang, Malaysia. Karena cukup unik dan jarang dilihat, banyak turis yang mengabadikan gambar si kereta sebelum naik.

Perjalanan ke puncak belum berakhir dengan kereta rel miring. Masih ada ropeway alias kereta gantung yang bisa memuat puluhan manusia ke puncak gunung salju. Saat naik kereta miring maupun kereta gantung, para turis akan berebutan untuk duduk atau berdiri di dekat jendela. Termasuk saya. Hahahahaa.. Masa udah jauh-jauh ke Tateyama tapi ga bisa foto-foto karena salah posisi.

Kereta miring di Alpine Route

Ropeway Alpine Route

Pemandangan dari dalam ropeway

Selfie di dalam kereta gantung. Abaikan Silpano dan rambut njegrik saya.

Ini dia yang ditunggu-tunggu. Puncak Tateyama! Selain melihat gunung salju dari ketinggian, pengunjung juga bisa mainan salju di titik ini. Akhirnya saya bisa megang salju beneran! 

Ternyata salju itu dingin bro! (Menurut nganaaa). Kalau soal dingin sih mungkin ga jauh beda sama bunga es di kulkas. Tapi suhu udara yang sangat dingin di pegunungan membuat saya ga berani berlama-lama kalo megang salju. Sempat lah sok-sok an mau bikin boneka salju ala Olaf-nya Frozen. Tapi baru bikin bola salju kecil aja dinginnya udah kebangetan. 

Satu lagi yang wajib dilihat kalo udah di Tateyama. Jalanan dengan dinding salju! Selama bulan Mei-Juni, biasanya dinding salju alias snow wall bisa dilihat pengunjung. 

Salju pertama dalam hidup. Pake kacamata item karena pantulan cahaya matahari ke salju bikin silau.

Jalan di antara dinding salju

Area Tateyama tutup jam 5 sore. Bus untuk menuju kota Toyama biasanya juga berakhir sekitar pukul 5 sore. Walaupun menyengangkan, harus ingat waktu untuk pulang. Dari titik terkahir di Tateyama menuju kota Toyama, kita menggunakan kereta tua selama 1 jam-an. Karena udah capek dan batre habis, saya ga sempat foto-fotoin kereta tuanya. Yang pasti, sampai di stasiun Toyama tiket terusan akan dimita oleh petugas. Padahal tadinya tiket terusan itu bakal saya jadikan kenang-kenangan.

Pemandangan berupa salju dan pegunungan bersalju biasanya hanya bisa dilihat pada musim semi bulan Mei-Juni. Sementara pada musim panas maupun gugur, pemandangan bukan lagi berupa salju, melainkan pepohonan dengan warna daun menguning. Pada musim dingin, Tateyama-Kurobe Alpine Route tidak dibuka untuk umum.

Tiket terusan yang saya gunakan sebetulnya bisa dipakai untuk perjalanan Nagano-Toyama atau sebaliknya, Toyama-Nagano. Kita tinggal memilih mau menelusuri gunung Tateyama dari kota mana. Hanya saja, terusan hanya bisa digunakan one way, tidak bisa bolak balik. Menurut saya sih, kalau pengen melihat salju lebih menyenangkan dari Nagano menuju Toyama. Tensinya cenderung naik. Dari melihat Kurobe dam (yang setelah melihat puncak gunung salju ternyata ge terlalu istimewa), sampai melihat dinding salju dan bermain salju sepuasnya. Kalau dibalik melihat dan bermain salju dulu, baru melihat dam kayanya kurang asik. 

Karena baru pertama kali datang ke tempat sedingin itu, bibir saya sampai kering dan pecah-pecah. Untung di minimarket ada lipbalm khusus untuk mengobati bibir pecah-pecah. 

Perjalanan saya ke Jepang bisa dibilang dadakan dan menghabiskan dana lumayan banyak. Tapi kan uang bisa dicari. Pengalaman, kesempatan dan umur ga bisa diulang. 😃