Masyarakat Indonesia suka drama. Mungkin itu yang melatarbelakangi kotbah di gereja tadi sore dalam rangka perayaan Paskah. Jika biasanya kotbah hanya disampaikan oleh seorang pendeta atau pembicara, kali ini kotbah disampaikan dengan bentuk yang lain, yaitu talk show yang dibantu dengan drama.
Drama dimulai dengan monolog seorang tukang kue keliling (kalo di Jogja disebut bakul tenongan) bernama Siti, yang berkeluh kesah tentang keadaannya. Begini kurang lebih monolog Siti, yang juga menggambarkan kondisi sebagian besar masyarakat Indonesia:
“Wah paskah ra paskah yo podo wae. Podo wae rekasane. Bayangke wae, wis mubeng-mubeng tekan jam semenen lagi oleh 25ewu. Bojoku ki wis mati. Ora ninggali bondo, malah ninggali anak 2 gek mangane do akeh-akeh. Tambah mumet taun iki anakku sing mbarep mlebuh SMA, sing cilik mlebu SMP. Aduh puyeeenngg..!!”
Buat yang gak ngerti bahasa Jawa, kurang lebih terjemahannya seperti ini:
“Wah paskah gak paskah sama saja. Sama saja menderitanya. Bayangkan saja, sudah berputar-putar sampai jam segini baru dapat 25ribu. Suamiku itu sudah meninggal. Bukannya meninggalkan harta, malah meninggalkan 2 anak yang makannya banyak. Tambah pusing tahun ini anak sulungku masuk SMA, yang kecil masuk SMP. Aduh pusiiiiinnnggg!!!”
Baru mendengar monolog itu saja, saya rasanya sudah malu. Selama ini saya seringkali merasa sebagai orang yang cukup memiliki banyak masalah. Tapi nyatanya dari drama monolog saja, saya dapat melihat bahwa masalah saya tidak ada apa-apanya dibandingkan Siti si bakul tenongan. Dan pastinya, banyak Siti-Siti lain di dunia ini yang punya masalah berat.
Drama belum berakhir sampai di situ. Setelah monolog Siti, ada tayangan video Lena Maria, seorang wanita yang tidak sempurna secara fisik, namun selalu mensyukuri apa yang dia miliki, bukan menggerutu atas apa yang tidak dia miliki.
Di hari Paskah yang merupakan perayaan kebangkitan Yesus dari kematian, kita diharapkan selalu berpegang teguh pada janjiNya. Tuhan tidak menjanjikan harta kekayaan yang berlimpah-limpah atau menjamin bahwa umatNya tidak akan memiliki masalah. Namun Tuhan menjamin bahwa Dia akan selalu ada untuk kita dalam segala kondisi. Ketika ada masalah dalam hidup dan kita mengangkat tangan, Tuhan pasti turun tangan.
Hidup saya sendiri juga tak lepas dari masalah. Malah dari kecil saya sudah terbiasa hidup susah. Tapi nyantanya Tuhan tetap pelihara saya. Tuhan tidak membiarkan saya kelaparan, homeless atau putus sekolah. Meskipun sulit, Tuhan tetap menjaga hidup saya sampai sekarang. Malahan ketika hidup kita terasa sulit, saat itulah kita dapat mengingat kasih Tuhan yang luar biasa.
Kenapa saya malah jadi kotbah yak? Hehehee.. Ga bermaksud sih, cuma pengen berbagi pengalaman.
Di acara perayaan Paskah tadi juga ada persembahan lagu dari pemuda gereja yang menyanyikan sebuah lagu dengan musik keroncong. Sebuah lagu berjudul “nderek Gusti” yang membangkitkan kenangan saya. Lagi itu merupakan salah satu lagu bahasa Jawa favorit saya yang liriknya begini:
Sakjege aku nderek gusti
Uripku tansah diberkahi
Atiku ayem tentrem, atiku ayem tentrem
Kabeh iku Gusti Yesus kang maringi
Sakjege aku nderek gusti
Uripku tansah diberkahi
Atiku ayem tentrem, atiku ayem tentrem
Kabeh iku Gusti Yesus kang maringi
Matur nuwun, matur nuwun
Matur nuwun Gusti Yesus kula matur nuwun
Matur nuwun, matur nuwun
Matur nuwun Gusti Yesus kula matur nuwun
Arti dari lagu ini adalah:
Semenjak aku mengikut Yesus
Hidupku selalu diberkati
Hatiku aman dan tenteram
Semua itu pemberian Tuhan Yesus
Terima kasih, terima kasih
Tuhan Yesus, saya berterima kasih
“Tetapi jawab Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.” (2 Korintus 12:9).